![]() |
Foto Ilustrasi |
Plastik telah menjadi media yang sangat praktis untuk kehidupan
sehari-hari. Sifatnya ringan nan kuat membuat plastik menjadi pilihan sangat
tepat untuk digunakan. Disisi lain sampah plastik justeru berbahaya bagi
kesehatan dan keseimbangan lingkungan. Sampah plastik membutuhkan puluhan
hingga ratusan tahun untuk bisa teruarai secara alami.
Indonesia negeri yang luas dan jumlah penduduknya sangat besar menjadi
primadona sampah plastik. Berdasarkan riset yang dilakukan Universitas Georgia
pada tahun 2015, negeri ini menempati peringkat kedua sebagai ladang sampah
plastik terbanyak di dunia, kisaranya sampai 5,4 juta ton pertahun.
Sampah-sampah plastik menumpuk tidak hanya berpotensi menjadi markas penyakit
di daratan, bahkan telah merusak ekosistim laut.
Hasil Rekomendasi Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU yang dilaksanakan di
Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar, Kota Banjar, Jawa Barat pada pekan
lalu perlu diapresiasi. Pada Munas kali ini, Nahdlatul Ulama (NU) mampu melihat
masalah kekinian untuk dijadikan dasar dalam merumuskan persoalaan yang sedang
mutakhir ditengah masyarakat dan ancaman lingkungan. Misalnya masalah sampah
plastik yang mengancam kehidupan manusia dan alam.
Sepertinya NU telah mengkajinya sejauh ini, bahwa ternyata sampah-sampah
plastik justru disebabkan oleh industri dan rendahnya budaya masyarakat akan
resiko bahayanya. Pada rekomendasi itu, NU mendorong warganya untuk memasukan
elemen budaya sehingga terbangun cara pandang dan perilaku masayarakat
terhadap pentingnya menghindari diri akan bahaya plastik.
Dalam hasil rekomendasi yang lahir pada forum tertinggi tersebut, pemerintah
didesak melakukan upaya pengendalian laju pencemaran limbah plastik di
Indonesia. Mengingat saat ini, Indonesia telah menjadi negara penghasil sampah
plastik terbanyak di dunia, sekitar 130 ribu ton sampah
plastik yang dihasilkan setiap hari. Hal ini perlu menjadi perhatian
yang serius.
Intensitas sampah plastik
memang sulit dibendung, namun sangat mungkin untuk dikurangi jumlah
penggunaaannya, terutama dengan mengubah tradisi sederhana diluar maupun dalam
rumah. Pemerintah ditantang untuk dapat menekan laju penggunaan sampah plastic dalam
kehidupan sehari-hari kita.
Kampanye lingkungan oleh organisasi
masyarakat sipil belum sepenuhnya berjalan dengan maksimal tanpa dibarengi
dengan kebijakan pemerintah atas kedaruratan sampah plastic ini. Pemerintah dan
para pegiat-pegiat lingkungan serta para ahli perlu duduk bersama mencarikan
solusi penganti plastik. Sebab pengelolaan dan penanganan plastik itu sangat
sulit dilakukan.
Menurut Direktur Bank Sampah
Nusantara (BSN), Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI-NU)
Fitri Aryani seperti dikutip pada halaman NU Online, sampah plastik punya
banyak dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Saat ini sudah ada
penelitian akibat sampah plastik dapat menyebabkan kanker yang sebabkan oleh
polusi udara yang dihasilkan.
Selain itu, kata dia, membakar
sampah plastik bukan solusi yang tepat agar sampah plastik berkurang. Sebab
polusi pembakaran dari sampah plastik efeknya keman-mana. “Ketika kita membakar
plastik, CO2 (karbon dioksida) terlepas. Kalau terhirup manusia, sama dengan
menghirup gas-gas dari knalpot motor. Kalau dibakar itu plastik baunya sangit
kan. Itu sebenarnya pelepasan CO2 ke udara,” katanya.
Pembakaran yang dihasilkan dari
sampah plastik juga menimbulkan pelbagai penyakit baru yang tak diketahui
masyarakat. Dilansir dari carahealt.com, plastik mengandung PVC
(polyvinylchloride) yang juga terkadung dalam botol plastik, kemasan plastik
dan kemasan blister (pembungkus obat) bila dibakar akan mengeluarkan zat
berbahaya.
Gas beracun yang dikeluarkan oleh pembakaran bahan plastik yang dapat dihirup
masaykarat tidak hanya meyebabkan kanker, tapi juga impotensi, asma dan
segudang alergi lain untuk manusia.
Peneliti Lembaga Pengetahuan
Indonesia (LIPI), M Reza Cordova, mengungkapkan tentang fakta bahaya sampah plastic,
khususnya microplatik.
Menurutnya, mikroplastik tengah mengancam keruskan
ekosistim laut di Indonsia dan hal ini menurutnya terus berlangsung sepanjang
tahun tanpa henti.
Maka dari itu, NU tak ketinggalan dalam merespon masalah terkini wa bil khusus
soal sampah plastik. Kondisi sampah plastik dinilai sudah pada tahap darurat.
Hasil pemaparan NU pada Munas beberapa waktu lalu juga terungkap, bahwa
ternyata Indonesia masuk rekor yang turut menyumbang sampah plastik di laut.
Dan hal ini belum dibantah oleh siapa pun, temasuk pemerintah.
Dimana juga diketahui, pemerintah saat ini telah menetapkan aturan kantong
plastik berbayar jika membeli di toko – toko modern. Namun hal ini perlu
dilihat sejauhmana kepatuhan para pengusaha toko dalam pemberlakuan ini.
Kesadaran terhadap bahaya sampah plastik perlu galakkan semua staekholder.
Jam'iyyah sosial- keagamaan seperti NU punya peran penting untuk memberikan kesadaran
kepada Jama’ahnya tentang pentingnya menjaga lingkungan. Tantangan mendakwahkan
cinta lingkungan juga tak mudah. Sebab masih banyak orang menganggap urusan
agama masih sebatas urusan-urusan ibadah ubudiyah, seperti; sholat, puasa, zakat
dan haji. Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di tengah masyarakat terkait masalah
agama, masih berkutat pada isu-isu tersebut.
Saat ini orang dianggap saleh atau salehah kalau rajin shalat berjama’ah di
masjid, puasa senin-kamis, atau mengunakan atribut-atribut yang bernuansa
agamis. Upaya melestarikan lingkungan belum sepenuhnya dianggap bagian dari perintah
agama. Barangkali, hal fundamental mesti disampaikan
kepada masyarakat adalah menumbuhkan kesadaran kepada mereka bahwa urusan
agama tidak sekedar masalah ibadah ubudiyah.
Barangkali juga, saatnya kita kembali mensyiarkan, bahwa mencintai kebersihan, menjaga lingkungan adalah
bagian ajaran agama yang harus dilaksanakan. Jika tidak, haram hukumnya(***)
Penulis adalah Sekretaris Umum di IKA PMII Kota Gorontalo