![]() |
nulondalo.online - Innalillahi
wainnailaihi raiji’un, kabar duka
datang dari Tanah Suci. Ulama kharismatik yang juga Mustasyar Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Maimoen Zubair diberitakan wafat di sela menunaikan
ibadah haji di Makkah, Arab Saudi, Selasa (6/8).
Kabar
tersebut salah satunya datang dari Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah PBNU KH
Abdul Ghafarrozin.
"Innalillahi
wa inna ilahi raji'un. Nembe mawon kapundut Simbah Maimoen
Zubair wonten Makkah (baru saja wafat Syekh Maimoen Zubair di
Makkah)," katanya dalam sebuah pesan singkat.
NU
Online masih
menelusuri informasi lebih lanjut soal posisi jenazah dan di mana akan
dimakamkan.
Ulama yang akrab disapa Mbah Moen ini merupakan salah satu dari anggota Ahlul Hall wal Aqdi (Ahwa) pada Muktamar ke-33 NU di Jombang tahun 2015 lalu dan NU Online pernah memuat profil singkatnya.
Kiai Haji Maimoen Zubair merupakan seorang alim, faqih sekaligus muharrik (penggerak). Selama ini, Kiai Maimoen merupakan rujukan ulama Indonesia, dalam bidang fiqih. Hal ini, karena Kiai Maimoen menguasai secara mendalam ilmu fiqih dan ushul fiqih. Ia merupakan kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di tanah Hijaz.
Kiai Maimoen lahir di Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928. Kiai sepuh ini, mengasuh Pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Kiai Maimoun merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih. Kiai Zubair merupakan murid dari Syekh SaÃd al-Yamani serta Syekh Hasan al-Yamani al-Makky.
Kedalaman
ilmu dari orang tuanya, menjadi basis pendidikan agama Kiai Maimoen Zubair
sangat kuat. Kemudian, ia meneruskan mengajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri,
di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim. Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga
mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Pada umur 21
tahun, Maimoen Zubair melanjutkan belajar ke Makkah Mukarromah. Perjalanan ini,
didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuáib. Di Makkah, Kiai
Maimun Zubair mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam
Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh
Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Kiai Maimoen
juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya
Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab
Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon),
Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Kiai Maimun juga
menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul
al-ulama al-mujaddidun.
Selepas
kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Kiai Maimoen
kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada
1965, Kiai Maimoen kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang.
Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan
mempelajari turats secara komprehensif.
Selama
hidupnya, Kiai Maimoen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi
anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, beliau juga pernah menjadi
anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Kini, karena kedalaman ilmu dan kharismanya,
Kiai Maimoen Zubair diangkat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan
Pembangunan (PPP).
Politik
dalam diri Kiai Maimoen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai
kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan. Demikianlah, Kiai Maimun
merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus
penggerak. (Mahbib)
Source:www.nu.or.id