![]() |
Foto Istimewa |
Penulis : Apriyanto Rajak, Sekretaris PC PMII Kota Gorontalo 2017-2018
“PMII Kota Gorontalo ini seksi. Saking seksinya, banyak anggota, kader dan bahkan alumni tak pernah alpa mendiskusikannya.”
Kata-kata itu kerap diucapkan: mulai dari yang sudah lama bergelut dalam dunia pergerakan, atau yang hingga detik ini masih terus berkhidmat sebagai kader PMII. Motif dalam menyebutkan diksi itu barangkali bisa berbeda; ada yang memiliki hasrat untuk peduli dan ada yang sekadar basa-basi.
Sejujurnya, saya kurang memahami kata “PMII itu seksi”: bisa jadi dasarnya karena anggota/kader PMII Kota Gorontalo jumlahnya terlampau banyak sehingga ini dimaknai dengan perebutan kekuasaan di level cabang, ataukah PMII menjadi syarat dalam menjemput “gula-gula” yang lain.
Sayangnya, diskusi soal PMII Kota Gorontalo itu seksi selalu datang di saat menghadapi momentum; misalnya Kongres, Konkorcab dan Konfercab. Namun bagaimana bila momentum ini waktunya berdekatan? Saya akan mencoba mengulas pelan-pelan sembari menyeruput kopi hitam buatan sendiri.
Tapi sebelum itu, saya ingin menuliskan: “kita harus berani melakukan kritik oto kritik, sebagaimana tradisinya tanpa takut dilihat oleh orang yang di luar dari kita”.
Okey, saya mulai ya! Kongres, Konkorcab dan Konfercab adalah ruang di mana setiap kader PMII untuk menentukan pemimpin di masa depan. Tidak hanya di Kota Gorontalo, momentum Konfercab datang saat mendekati Kongres PMII yang akan digelar di Balikpapan, Kalimantan Timur. Tak ayal PB PMII langsung mengintruksikan setiap cabang yang, masa jabatannya sudah melewati masa satu tahun.
Berbekal intruksi itu, PMII Kota Gorontalo kemudian melaksanakan Konfercab pada tanggal 22-23 Februari 2020 di kampus IAIN Gorontalo. Adalah hal yang biasa jika dalam pelaksanaan Kofercab tidak selalu berjalan mulus, itu disebabkan anggota/kader PMII menginginkan musyawarah tertinggi di wilayah cabang disandarkan sesuai AD/ART dan Pedoman Organisasi.
Dalam Pedoman Organisasi hasil Muspimnas di Boyolali, bahwa untuk menggelar Konfercab harus memberitahukan ke PB PMII minimal satu bulan sebelum pelaksanaannya. Selanjutnya PB PMII diwajibkan untuk menghadiri Konfercab tersebut, karena di Gorontalo belum terbentuk PKC (Pengurus Kordinator Cabang). Akan tetapi, faktanya ini tidak terjadi di Cabang Kota Gorontalo.
Ironi memang; di titik ini sebenarnya adalah awal kali polemik kembali berkecamuk yang setelah tahun sebelumnya berhasil disatukan oleh Alumni. Selain ketidakhadiran PB PMII di arena Konfercab, problem lain yang tak kungjung usai didebatkan hari-hari ini adalah munculnya dua kepengurusan: satu lahir di Konfercab dan satunya lagi di Konferkos. Saya tidak akan mengurai kenapa duel argumentasi itu lahir, Anda cukup membaca di media Nulondalo.Online musabab kronologinya.
Sikap PB PMII
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu kader terbaik Cabang PMII Kota Gorontalo, Firanda Lakoro, kini telah menjadi Pengurus Besar (PB) PMII, dan hal itu merupakan catatan sejarah pertama kali yang patut diapresiasi. Walhasil, ia pun mendapatkan kepercayaan oleh anggota/kader/alumni untuk mempersembahkan terbaik bagi cabang yang melahirkan dan membesarkan namanya.
Karena dia adalah bagian yang lahir dan dibesarkan oleh Cabang PMII Kota Gorontalo, maka hukumnya adalah “Fardu ‘Ain” untuk membesarkan, merawat nama baik dan tentunya bila terjadi polemik di tingkatan cabang maka sudah sepatutnya dia harus turun gunung mendamaikan yang sedang bersikukuh.
Lalu, di saat berpolemik apa yang sudah dilakukan oleh Sahabat Firanda Lakoro?
Sejauh ini, kurang lebih sebulan lamanya polemik mendarat ke permukaan dia seolah-seolah tidak memiliki upaya untuk meredam. Paling tidak, dan selemah-lemahnya iman dia mempertemukan dua kelompok yang sedang meradang. Dasarnya sangat jelas: dia memiliki legitimasi sebagai refresentasi Pengurus Besar dan juga merupakan bagian kader PMII Kota Gorontalo. Harusnya salah satu pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan prinsip dasar Aswaja, yaitu i’tidal.
Kini, telah menjadi rahasia umum bahwa pria jebolan PKL (Pelatihan Kader Lanjut) Cabang PMII Surabaya itu berpihak pada salah satu calon. Saya secara pribadi menilai sikap keberpihakan itu bukan sesuatu yang salah, akan tetapi di sisi lain dia juga tidak boleh mengabaikan polemik yang lahir, yang sebenarnya dia pun menjadi bagian dari itu semua. Dengan sikap keberpihakannya itu, dan upaya untuk melakukan segregasi maka ini menjadi hal yang sangat keliru.
Undangan Kongres dan SK
Baru-baru ini PB PMII mengirim surat undangan bagi PC PMII Kota Gorontalo untuk mengikuti Kongres di Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan nomor surat: 553.PANPEL-KONGRES-XX.PB-XIX.02.003.C-I.03.2020. Logika sederhana yang penting untuk diajukan; bagaimana mungkin cabang yang sedang bersikukuh lantas mendapat undangan Kongres dari PB PMII?
Sengkarut Cabang PMII Kota Gorontalo tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan beraninya PB PMII mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang tidak memiliki lampiran nama-nama kepengurusan, lalu itu kemudian disebarkan melalui media sosial. Sementara dalih yang kerap digembar-gemborkan adalah salah satu calon ini telah memenuhi standarisasi sebagaimana yang tertuang dalam AD/ART dan PO.
Upaya-upaya semacam ini sebenarnya menjadi jurang pemisah yang amat lebar bagi anggota/kader PMII Kota Gorontalo yang sedang bersitegang. Bukan malah meredam konflik, justru yang dilakukan adalah sebaliknya; menyiram konflik agar dia tumbuh lebih subur ke permukaan. Dan mirisnya, ini juga tidak lepas dari campur tangan PB PMII.
Saya sendiri, tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiran untuk berseteru hanya gara-gara berebut legitimasi PB PMII. Akan tetapi hanya ingin sekadar mengajak PB PMII untuk melihat problem secara objektif, sebagaimana tradisi organisasi ini yang memiliki basis intelektual yang semua landasan geraknya termaktub di dalam nilai dasar pergerakan.
Memang, kita mesti harus jujur di balik polemik yang tidak berkesudahan ini ada pendekar-pendekar yang sedang memancing di air keruh. Meskipun begitu, saya masih memegang teguh bahwa dinamika yang kerap dimainkan ke permukaan ini akan segera berakhir. Sebab, banyak hal yang lebih penting untuk di garap oleh PMII selain berlarut-larut dalam kubangan internalnya sendiri.
Salam Pergerakan!