![]() |
Risan Pakaya, S.HI, Ketua PW GP Ansor Provinsi Gorontalo |
NUlonadalo.Online, Gorontalo - Pemberlakukan ‘new normal’ oleh pemerintah pusat maupun di daerah tengah pandemic covid- 19 mengudang pelemik. Pasalnya, penanganan dan penerapan terkait protocol kesehatan oleh masyarakat belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Olehnya, sejumlah kalangan menilai, penerapan ‘new normal’ belum sepenuhnya bisa diterima. Apalagi bahasa yang digunakan pemerintah (baca: new normal) sulit dipahami masyarakat menegah ke bawah
Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor (PW GP Ansor) Provinsi
Gorontalo, Risan Pakaya, S.HI mengatakan, jika penerapan ‘new normal’ ini
dilakukan, maka akan semakin banyak lagi orang-orang yang terpapar Virus Corona.
“Sejauh ini penanganan Covid- 19 belum maksimal, sementara
pemerintah akan memberlakukan ‘new normal’ atau pola hidup baru, bisa jadi akan
semakin banyak orang-orang bergelimpangan terpapar, karena kalimat ‘new normal’
tadi. Orang-orang akan cuek dan bebas melakukan aktivitas dan mengabaikan protocol
kesehatan”, kata Risan saat dihubungi awak nulondalo.online melalui sambungan
telepon seluler, Jum’at (29/5/2020)
Pemberlakuan ‘new normal’ menurutnya, perlu dibarengi dengan
kesiapan pemerintah. Ia menilai, bahwa pemerintah tidak siap menghadapi pandemic
ini.
“Sepertinya pemerintah tidak siap mengahadapi pandemic
Covid- 19, melainkan hanya hitung-hitungan mengarah ke dampak ekonomi, tapi
mengabaikan kesehatan masayarakat”, katanya
Selain itu, menurut Kepala Desa Lamahu, Kabupaten Gorontalo
ini, kebijakan anggaran bantuan dari pemerintah seperti ; Bantuan Langsung
Tunai (BLT) dan Bantuan Sosial Tunai (BST)
dinilai tumpang tindih.
Ia berharap, Seluruh Kabupaten/kota dan Provinsi betul-betul
melakukan pencegahan secara massif.
“Jangan hanya setengah-setengah, harus tegas dan terstruktur. Masjid di tutup, berarti pasar juga perlu di tutup, sebab keduanya adalah tempat orang berkumpul,” tutupnya.
Sementara itu, kritik terkait penerapan ‘new normal’ oleh
pemerintah dilayangkan Ketua Umun GP
Ansor, H. Yaqut Cholil Qaumas . Menurutnya, istilah ‘new normal’ adalah bias
kata dan bias intelektual.
"Orang di kampung saya di Rembang sana itu enggak akan
tahu 'new normal' itu apa. Sejenis ketan atau gaplek. Dari sisi istilah saja
sudah bias. Orang tidak akan tahu apa itu new normal," ujar pria yang
biasa disapa Gus Yaqut ini dalam Bincang Seru Live IG
SINDOnews dengan tema Menuju New Normal, Rabu 27 Mei 2020 malam.
Selain itu, Gus Yaqut mengaku heran ketika pemerintah
berbicara ‘new normal'. Ia mengatakan
bahwa bangsa ini belum normal sebagaimana diamanatkan pendiri bangsa. Apa yang
telah diamanatkan Undang-undang belum sepenuhnya di jalankan, termasuk pemegang
otoritas.
“ Memangnya kita ini sudah pernah normal? Kita ini belum
pernah normal. Saya harus katakan dengan sedih hati, apa yang di amanahkan
fouding father, apa yang diamanatkan konsitusi belum sepenuhnya kita jalankan,
belum sepenuhnya pemegang otoritas negeri jalankan,” tuturnya.
Menurut Gus Yaqut, masih banyak orang miskin yang telantar,
yatim piatu yang tidak terurus. Kesenjangan sosial juga semakin lebar.
"Tiba-tiba kita dihadapkan dengan 'new normal'," urainya.
Gus Yaqut menambahkan, bahwa jika ‘new normal’ diterapkan,
maka sangat jelas, korban terpapar Covid- 19 akan terus bertambah, karena
mereka merasa bebas kembali beraktivitas, bisa bebas keluar rumah seperti
biasanya. (Redaksi)