![]() |
Foto NU Online |
Khutbah I
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ،
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ،ـ الْحَمْدُ للهِ
الَّذِيْ يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ الْوَاحِدُ الْعَزِيْزُ
الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ
وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا إِخْوَةَ الْإِسْلَامِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ،
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَـرُ
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah, Mengawali khutbah id pada pagi hari yang penuh
keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib
pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita
kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kapan pun dan di mana pun kita berada serta
dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara
melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta’ala.
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah, Hari raya sejatinya adalah hari yang dirayakan setelah
seorang hamba melakukan berbagai ketaatan dan penghambaan kepada Allah ta’ala.
Idul Fitri sejatinya adalah bagi mereka yang telah sungguh-sungguh melaksanakan
ibadah puasa dan berbagai ibadah di bulan Ramadhan. Dan Idul Adha sejatinya
adalah bagi mereka yang telah menjalankan rukun haji yang paling utama, yaitu
wukuf di Arafah, atau bagi mereka yang telah sungguh-sungguh melakukan ketaatan
dan ibadah pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Merekalah yang
sejatinya berhari raya. Sedangkan orang-orang yang tidak mendahului dua hari
raya dengan berbagai ketaatan dan ibadah, lalu apa yang mereka rayakan?
Hadirin
jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah, Hari raya sejatinya bukanlah hari
kegembiraan bagi sebagian orang. Pada hari raya, semestinya yang berbahagia
bukanlah orang-orang tertentu. Seharusnya kita semua bergembira. Seharusnya
kita semua berbahagia. Karena hari raya sejatinya adalah hari raya seluruh
umat. Hari raya adalah kegembiraan umat Islam di seluruh dunia. Hari raya
adalah kegembiraan bersama. Zakat fitrah yang mengiringi Idul Fitri dan kurban
yang mengiringi Idul Adha adalah bukti bahwa Islam menggariskan agar hari raya
melahirkan kegembiraan bersama. Orang yang mampu berzakat fitrah, maka ia
berikan zakatnya kepada orang-orang yang fakir dan miskin.
Orang yang
mampu berkurban, maka ia bagikan daging hewan kurban kepada orang-orang yang
tidak mampu, yang sebagian dari mereka mungkin hanya merasakan daging setahun
sekali. Dengan itu, kegembiraan akan merata. Kegembiraan akan dirasakan oleh
sebanyak-banyaknya umat Islam. Dari titik ini, kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan dan menggembirakan mereka
dengan zakat dan daging kurban adalah sesuatu yang semestinya selalu mengiringi
setiap momen hari raya. Hakikat hari raya adalah kegembiraan bersama, kasih
sayang, empati dan berbagi kepada sesama.
Hadirin rahimakumullah, Sebagai upaya untuk menjadikan hari raya sebagai kegembiraan bersama, kita seyogianya menyambut hari raya dengan mempersiapkan diri kita untuk berbagi dengan yang lain. Menjelang hari raya, kita persiapkan diri kita untuk membantu sesama, meringankan beban saudara-saudara kita yang membutuhkan dan menghilangkan kesedihan mereka dengan menyumbangkan sebagian harta kita. Jika tidak mampu, maka dengan ucapan-ucapan yang indah yang dapat menghibur hati mereka, dengan sapaan dan senyuman tulus kepada mereka serta lantunan doa untuk kebaikan mereka. Ketika kita berkumpul bersama ayah-ibu kita, bersama anak-anak kita, teman-teman kita dan orang-orang yang kita cintai dalam rangka makan bersama pada momen hari raya, ingatlah bahwa di sana masih banyak anak-anak yatim yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka. Di sana ada janda-janda yang bekerja membanting tulang mencari nafkah untuk menghidupi anak-anak mereka. Ingatlah bahwa di berbagai tempat banyak orang yang kehilangan pekerjaan pada musim pandemi ini.
Hadirin rahimakumullah, Sebagai upaya untuk menjadikan hari raya sebagai kegembiraan bersama, kita seyogianya menyambut hari raya dengan mempersiapkan diri kita untuk berbagi dengan yang lain. Menjelang hari raya, kita persiapkan diri kita untuk membantu sesama, meringankan beban saudara-saudara kita yang membutuhkan dan menghilangkan kesedihan mereka dengan menyumbangkan sebagian harta kita. Jika tidak mampu, maka dengan ucapan-ucapan yang indah yang dapat menghibur hati mereka, dengan sapaan dan senyuman tulus kepada mereka serta lantunan doa untuk kebaikan mereka. Ketika kita berkumpul bersama ayah-ibu kita, bersama anak-anak kita, teman-teman kita dan orang-orang yang kita cintai dalam rangka makan bersama pada momen hari raya, ingatlah bahwa di sana masih banyak anak-anak yatim yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka. Di sana ada janda-janda yang bekerja membanting tulang mencari nafkah untuk menghidupi anak-anak mereka. Ingatlah bahwa di berbagai tempat banyak orang yang kehilangan pekerjaan pada musim pandemi ini.
Di berbagai
daerah banyak orang kesulitan mencari nafkah akibat covid-19 yang terus
mewabah. Paling tidak, kita lantunkan doa untuk mereka pada hari yang
penuh keberkahan ini. Pada hari yang semestinya semua orang bergembira, mereka
menahan kesedihan, merasakan perihnya kehidupan dan menanggung beban hidup yang
serba kesulitan. Kita selipkan doa untuk mereka di tengah kegembiraan
kita. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Kita hadirkan dalam hati bahwa
pada saat kita membantu orang-orang yang membutuhkan atau mendoakan mereka,
pada hakikatnya kita sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kita renungkan
dan kita hadirkan dalam hati kandungan makna dari ayat-ayat berikut ini:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ (سورة الإسراء: ٧) Maknanya: “Jika kalian berbuat baik, sejatinya kalian telah berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS al-Isra’: 7) وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ (سورة البقرة: ٢٧٢) ـ Maknanya: “Dan apa pun harta yang kalian infakkan di jalan Allah, maka pahalanya itu untuk diri kalian sendiri.
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ (سورة الإسراء: ٧) Maknanya: “Jika kalian berbuat baik, sejatinya kalian telah berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS al-Isra’: 7) وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ (سورة البقرة: ٢٧٢) ـ Maknanya: “Dan apa pun harta yang kalian infakkan di jalan Allah, maka pahalanya itu untuk diri kalian sendiri.
Dan janganlah kalian berinfak melainkan karena mencari ridha Allah. Dan apa pun
harta yang kalian infakkan, niscaya kalian akan diberi pahala secara penuh dan
kalian sedikit pun tidak akan dirugikan” (QS al-Baqarah: 272). Hadirkan juga
dalam hati apa yang disabdakan Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam: مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ،
يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ
اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ
فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم) Maknanya:
“Barang siapa
membebaskan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya
dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada
orang yang dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan baginya kemudahan di
dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang Muslim, maka Allah akan
menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong seorang hamba
selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama Muslim” (HR Muslim).
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah, Kepada mereka yang terdampak Covid-19 atau mengalami
masa-masa sulit dalam hidupnya yang disebabkan berbagai masalah, kita katakan
bahwa musibah yang menimpa kalian tidak sebanding dengan apa yang menimpa Nabi
Ibrahim dan Nabi Isma’il beserta keluarga mereka. Hadirin rahimakumullah,
Dalam penantian yang sangat lama hingga mencapai puncak usia 86 tahun, Nabi
Ibrahim ‘alaihis salam baru dikaruniai seorang anak yang kemudian diberi nama
Isma’il.
Setelah
belahan jiwanya itu tumbuh dewasa menjadi seorang remaja, Allah memerintahkan
kepada Baginda Nabi Ibrahim agar menyembelih putra yang sangat dicintai dan
dinanti-nanti itu. Apa sikap Nabi Ibrahim dan Isma’il menerima perintah itu?
Dengan ketundukan yang total kepada Allah, Ibrahim bersegera menjalankan
perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut perintah
itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada protes sepatah kata pun.
Subhanallah! Sebuah potret keluarga shalih yang lebih mengutamakan perintah
Allah dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan
menyemangati untuk melaksanakan perintah Allah.
Dialog indah
antara keduanya terekam dalam Al-Qur’an sebagaimana diceritakan oleh Allah:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ
مَاذَا تَرَى (سورة الصافات: ١٠٢) Maknanya: “..... Ibrahim berkata: “Duhai
putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka
pikirkanlah apa pendapatmu?” (QS ash-Shaffat: 102). Sebagaimana kita tahu
bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi Ibrahim kepada
putranya, “Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” bukanlah permintaan pendapat
kepada putranya apakah perintah Allah itu akan dijalankan ataukah tidak, juga
bukanlah sebuah keragu-raguan. Nabi Ibrahim hanya ingin mengetahui kemantapan
hati putranya dalam menerima perintah Allah subhanahu wa ta’ala.
Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati,
Nabi Isma’il menjawab dengan jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya kepada
Allah jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri: قَالَ يَا أَبَتِ
افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (سورة الصافات:
١٠٢) Maknanya: “Isma’il menjawab: “Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, in sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar” (QS ash-Shaffat: 102) Jawaban Isma’il yang disertai “In
sya Allah” menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala
sesuatu terjadi dengan kehendak Allah.
Apa pun yang
dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah pasti
tidak akan terjadi. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Demi mendengar jawaban
dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim lantas menciumnya dengan penuh kasih
sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Isma’il: نِعْمَ الْعَوْنُ
أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللَّهِ Maknanya: “Engkaulah sebaik-baik
penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai putraku” Nabi Ibrahim
kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Isma’il.
Akan tetapi
pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Isma’il. Hal ini dikarenakan
pencipta segala sesuatu adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Pisau hanyalah sebab
terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan pencipta
segala sesuatu tiada lain adalah Allah ta’ala. Sebab tidak dapat menciptakan
akibat. Baik sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu wa
ta’ala.
Hadirin yang
berbahagia, Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang
ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Isma’il, Allah kemudian memberikan jalan
keluar dan mengganti Isma’il dengan seekor domba jantan yang besar dan berwarna
putih yang dibawa malaikat Jibril dari surga. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman: إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ، وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
(سورة الصافات: ١٠٦-١٠٧) Maknanya: “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata. Dan Kami tebus Isma’il dengan seekor sembelihan yang agung” (QS
ash-Shaffat: 106-107) Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Mari kita renungkan
bersama, hadirin sekalian.
Di tengah
pandemi covid-19 dan berbagai problem hidup, marilah kita meneladani apa yang
diteladankan oleh Nabi Ibrahim dan Isma’il ketika diuji oleh Allah dengan ujian
yang sangat berat tersebut. Berkat ketakwaan, sikap sabar, tawakal,
keteguhan hati dalam menjalankan perintah Allah dan ketundukan yang total kepada-Nya,
Nabi Ibrahim dan Isma’il pada akhirnya mendapatkan jalan keluar dan pertolongan
dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kita harus yakin bahwa di setiap
kesulitan pasti ada kemudahan, jika kita bersabar. Kita harus yakin bahwa di
setiap musibah pasti ada hikmah, jika kita bertawakal. Kita harus yakin bahwa
di setiap masalah, pasti akan kita temukan jalan keluar, jika kita bertakwa.
Dan kita yakin bahwa di setiap kesusahan pasti ada kebahagiaan, jika kita
tunduk total kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah, Akhirnya kita berdoa, semoga Allah menghindarkan
negara kita secara khusus dan seluruh negeri umat Islam secara umum dari segala
bala’, musibah, wabah, melambungnya harga, kemungkaran, keburukan, kekejian,
berbagai kesulitan dan kesusahan. Amin ya Rabbal ‘alamin.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ
أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ المَيَامِيْنَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّينِ أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللَّهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا
أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى
نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ،
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي
بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،
الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ،
اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا،
وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا
بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ
شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللَّهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ
عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا
وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا
الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ
يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ
وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ
Ustadz Nur
Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Bidang
Peribadatan & Hukum, PD Dewan Masjid Indonesia Kab. Mojokerto
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/121804/khutbah-idul-adha--kurban-dan-solidaritas-kita-di-masa-pandemi
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/121804/khutbah-idul-adha--kurban-dan-solidaritas-kita-di-masa-pandemi