Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dan Hari Santri Nasional 2021 yang dilaksanakan sejumlah Banom NU Kota Gorontalo |
NUlondalo.Online, Gorontalo - Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kota Gorontalo gelar peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dan Hari Santri Nasional 2021, di kelurahan Huangobotu, Jumat (22/10).
Dalam rangkaian tersebut turut dihadiri oleh Ustad Safrudin Mahdmud selaku pembina GP Ansor Kota Gorontalo; Qadhi Bone Bolango, KH Helmi Podungge; Badan Takmirul Masjid Al-Muawanah; Budayawan Gorontalo, Alim S. Niode; Pengurus Cabang PMII Kota Gorontalo dan masyarakat sekitar.
Dalam sambutannya, Ketua PC GP Ansor Kota Gorontalo, Niki Ilanunu menyebut, penyelenggaraan Maulid Nabi Saw dan HSN (Hari Santri Nasional) 2021 mengangkat tema menyemarakan tradisi lokal Islam Gorontalo.
Tema tersebut diangkat karena urgensi pada era mutakhir ini. Pada era ini, menurutnya, telah terjadi degradasi-degradasi nilai budaya Islam lokal.
"Olehnya GP Ansor merespon hal ini," ucap Niki.
Sementara itu, Budayawan Gorontalo, Alim Niode mengucapkan, antara Islam dan tradisi lokal Gorontalo itu tak terpisahkan. Namun di era ini, banyak yang memberi jarak antara keduanya baik secara struktural maupun kultural. Dalam hal ini, kata Alim, masyarakat mengalami era disrupsi.
"Islam lokalitas betul-betul mengingatkan kita semua bahwa, yang diwariskan leluhur kita sebetulnya bukan hanya soal akal partikuler, tapi akal universal dan itulah yg kita kejar," tutur Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Gorontalo itu.
Dalam hal ini, tantangan dari para pemuda masa kini agar terus melestarikan tradisi islam lokal.
Di tempat yang sama, Qadhi Bone Bolango, KH Helmi Podungge mengungkapkan, pada era ini adab sudah mulai tergerus. Ajaran yang menedepankan adab, menurutnya, ialah Ahlussunnah wal Jamaah.
KH Helmi Podungge mencontohkan pada salah satu ulama Gorontalo: KH Mustafa Bula atau Bala Kitabi.
"Setelah pulang dari Mekah [Bala Kitabi] tidak mengubah adat di Gorontalo, itu karena adabnya. Adat itu isinya adab (adabu)," jelas Kiai Helmi.
Seperti halnya dalam tradisi mongaruwa. Jelas Kiai Helmi, dalam tradisi itu diajarkan adab yang sangat tinggi. Seperti pada peletakan garam dan cabai di tengah-tengah makanan yang dihidangkan. Garam dan cabai itu bermakna pembatas. Jika para tamu undangan mengambil makanan yang berada di sebelah batas garam dan cabai itu artinya itu melewati porsi yang telah disediakan di hadapannya.
"kita dicontohkan jangan jadi orang rakus saat makan," sebut Kiai Helmi.
Olehnya, kata dia, tugas saat ini ialah membekali para pemuda dengan ilmu dan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Kemudian, Pembina GP Ansor Kota Gorontalo, Ustad Safrudin Mahmud juga mengungkapkan, adanya budaya menghalangi paham yang ekstrim kanan dan ekstrim kiri.
Adat, kata dia, telah ada sejak dulu dan itu menjadi pedoman agar kita bisa menjalankan adab-adab dan nilai-nilai yang ada.
"Kita tinggal melaksanakan. Kalau bahasa agama, sami'na wato'na," ujar Ustad Safrudin.
Yang harus dipahami bahwa, kehadiran agama bukan untuk menghilangkan budaya. Ustad Safrudin mencontohkan dengan busana dalam melaksanakan tawaf di Mekah.
"Kalau dulu orang tawaf itu telanjang, kemudian diganti dengan menggunakan ihram, tapi tidak menggunakan pakaian dalam, artinya semi telanjang," terang dia.
Kemudian tentang Maulid, yang kalangan umum mengartikannya hal yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan orang terdahulu pada zaman mereka.
"Kelahiran Nabi Isa disambut oleh Allah, tapi kenapa yang menerima quran (Nabi Muhammad Saw) tidak bisa diterima kelahirannya?" Imbuh dia.
Untuk itu, kata dia, dalam melestarikan hal ini pergerakan ini harus dilakukan bersama-sama. "Paling tidak menghadiri acara," ucapnya.
"Jangan hanya jadi organisasi papan, hanya habis di papan. Tapi kita harus bergerak meskipun bertatih-tatih," kata dia.