Akhirnya Anjing Masuk Surga



Oleh : Dr. Hi. Mansur Basir (IKA PMII Provinsi Gorontalo)


Kalau ada hewan atau binatang yang berterima kasih (numpang viral) karena hiruk pikuk social media dua hari terakhir ini, maka binatang itu adalah anjing. Betapa tidak, tanpa diminta “persetujuannya”, ia disebut dan diviralkan oleh mungkin dari lebih separuh penduduk negeri +62. Berdasarkan laporan We Are Social dari situs dataIndonesia.com, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 191 juta orang pada Januari 2022. Jumlah itu telah meningkat 12,35% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 170 juta orang. Artinya, viralitas sesuatu melalui social media sangat-sangat cepat  dengan biaya yang relatif sangat murah hanya dengan sekali klik melalui beranda dunia maya.


Kemampuan social media dalam menggiring opini public tidak dapat diragukan lagi, karena hampir setiap saat penggunanya dapat mengaksesnya dengan cepat dan mudah. Walhasil, penggeiat social media yang berpaham waham, dengan habituasi tidak mau tau secara utuh, tidak mau tau kebenaran yang komprehen, ini kemudian akan dapat memicu lahirnya pembenci-pembenci (haters), hoax, dan asumsi-asumsi rendahan yang dibanguan tanpa argumentasi ilmiah yang mapan.


Inilah yang yang menimpa Gus Menteri (sapaan akrab Gus Yaqut) yang pada awalnya memiliki niat yang luhur untuk menciptakan ketentraman dan kenyamanan melalui pengaturan secara baik dan proporsional alat speaker di masjid dan mushalla dengan melahirkan SE 05/2022. Lalu kemudian viral videonya kemana-kemana di media social. Jika saja, kita mau berani untuk melapangkan dada, sembari mendekati SE ini dengan rasional-objektif dan tidak dengan emosional sentiment, maka pasti kita akan sangat berterima kasih kepada Gusmen bahwa pengaturan alat pengeras suara sudah mendesak untuk di refresh dan diatur secara baik dan rapi. Kenapa? Sebab, beliau paling tidak telah mewakili generasi muda hari ini yang berani untuk menghadapi resiko akan dicemooh, difitnah, dan bahkan disomasi yang secara politik tentu tidak akan menguntungkan reputasi beliau sebagai anak kesayangan putra ulama Kaliber nasional K.H Cholil Bisri dan cucu ulama besar pula K.H. Bisri Syansuri.


Dalam video yang berdurasi pendek itu, tampak atau lebih tepatnya ditampakkan seolah-seolah Gus Menteri sedang membandingkan antara adzan dengan gonggongan anjing. Padahal, seyakinnya penulis, Gusmen PASTI tidak kepikiran ke arah sana. Inilah kehebatan framing social media yang mampu menjudge seseorang tanpa peduli hakikat kebenaran itu. Yang penulis tangkap (sesuai penafsir penulis) bahwa ada dua segmen paragraph pembicaraan. Pertama adalah jika masjid itu di tengah-tengah komunitas non muslim, dan setiap waktu salat salat dikumandangkan adzan dengan suara yang keras (melebihi batas kenyaman kuping mendengar), maka sudah pasti itu akan mengganggu warga sekitar. Kedua, jika kita di tengah-tengah komunitas non Muslim, yang mana saudara-saudara kita sangat akrab dengan memelihara anjing, dan dalam waktu yang bersamaan menggonggong dengan cukup keras, maka tentu itu juga akan dirasakan sangat mengganggu.


Dua segmen inilah yang dipelintir oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan mencoba memframing bahwa Gusmen sedang membandingkan antara suara adzan dengan suara gonggongan anjing. Padahal sejatinya, substansi yang ingin disampaikan Gusmen adalah efek suara yang ditimbulkan jika tidak ada pengaturan secara baik, rapi dan proporsional. Terlebih lagi, citizen sedang asyik bermain di wilayah diksi “anjing’ yang oleh sebagian umat Muslim sangat sensitif. Bahwa seolah-olah anjing itu makhluk tuhan yang biadab, terkutuk dan hina dina sehingga yang dekat dengan vocabulary ini harus dilawan.


Tapi benarkah anjing sehina itu?, benarkah bahwa gonggongan anjing itu tidak sedang melakukan hal lain?. Mari kita lihat. Kita tentu akrab dengan Anjing yang bernama Qitmeer, anjing penjaga ashabul kahfi yang rela menjaga tuannya dari serangan musuh selama 300 tahun. Karena ibadah anjing ini kepada tuannya, maka ulama meyakini bahwa anjing Qitmeer ini kelak akan masuk surga bersama tuannya Ashabul kahfi.


Kedua, dalam shahih bukhari, diceritakan bahwa seorang pezina yang diterima taubatnya oleh Allah karena dia secara tulus memberi minum kepada makhluk yang bernama anjing di saat ia kehausan.


Ketiga, di saat seekor anjing menggonggong kata Ali bin abi Thalib, maka dia sedang menyaksikan pemandangan azab penghuni kubur alam barzah, sehingga gonggongannya seolah berterima kasih kepada Tuhan ia tidak dicipta seperti manusia pendosa dan tidak taat.


Kelima, Ali bin Abi Thalib juga pernah berucap bahwa di antara keistimewaan anjing adalah, sifat loyalitasnya kepada tuannya tanpa diragukan serta sifat anjing yang apa saja diberi tuannya pasti akan diterima secara ikhlas yang dalam makna agama disebut qana’ah.


Keenam, penulis menganggap bahwa di setiap gonggongan anjing itu, selain dia berterima kasih kepada Tuhan karena tidak diberi tanggung jawab untuk menghisap segala perbuatannya seperti manusia, Anjing boleh jadi sedang bertasbih memuji kepada Rabbnya hanya saja kita tidak paham cara tasbihnya. Dalam Q.S al Isra: 44 disebutkan bahwa “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun”.


Dengan demikian, boleh jadi, Anjing yang dimaksudkan dalam tulisan ini akhirnya akan masuk surga. Wallahu a’lam .

nulondalo online

Media yang dihidupi & dikembangkan oleh Jaringan Anak Muda NU Gorontalo

Lebih baru Lebih lama