![]() |
Banyak cara masyarakat mengisi acara Nuzulul Quran, mulai dari tumpengan, pengajian, istighotsah, tahlil, khataman Al-Qur’an, dan sebagainya/ unsplash.com-Foto |
Nuzulul Quran adalah waktu di mana Al-Qur’an pertama kali
diturunkan. Di Indonesia lazim diperingati setiap tanggal 17 Ramadhan, umumnya
di malam hari. Hampir di seluruh tempat di Nusantara mengadakan seremoni
layaknya memperingati Maulid Nabi, Isra Mi’raj dan hari besar lainnya. Banyak
cara masyarakat mengisi acara Nuzulul Quran, mulai dari tumpengan, pengajian,
istighotsah, tahlil, khataman Al-Qur’an, dan sebagainya.
Sementara Allah menegaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada
malam Lailatul Qadar (Surat al-Qadar ayat 1), yaitu malam paling spesial di
bulan suci, malam yang sangat diharapkan seluruh umat Muhammad, ia lebih baik
dari pada seribu bulan. Pendapat yang paling populer bahwa Lailatul Qadar
terjadi di sepuluh akhir bulan Ramadhan, salah satu indikasinya Nabi sangat
menekankan I’tikaf dan ibadah lainnya di waktu-waktu tersebut.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana korelasi antara dua narasi
di atas? Mengapa bisa berbeda antara peringatan Nuzulul Quran dan diturunkannya
Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar? Beberapa pakar tafsir menjelaskan bahwa
Al-Qur’an diturunkan dua kali proses. Pertama, diturunkan secara keseluruhan
(jumlatan wahidah).
Kedua, diturunkan secara bertahap (najman najman). Sebelum
diterima Nabi di bumi, Allah terlebih dahulu menurunkannya secara menyeluruh di
langit dunia, dikumpulkan jadi satu di Baitul Izzah. Selanjutnya malaikat
Jibril menurunkannya kepada Nabi di bumi secara berangsur, ayat demi ayat, di
waktu yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan selama dua puluh tahun, pendapat
lain dua puluh satu tahun.
Pakar tafsir terkemuka, Syekh Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi
menegaskan:
وَلَا خِلَافَ أَنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ مِنَ
اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ لَيْلَةَ الْقَدْرِ عَلَى
مَا بَيَّنَّاهُ جُمْلَةً وَاحِدَةً، فَوُضِعَ فِي بَيْتِ الْعِزَّةِ فِي سَمَاءِ الدُّنْيَا،
ثُمَّ كَانَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْزِلُ بِهِ
نَجْمًا نَجْمًا فِي الْأَوَامِرِ وَالنَّوَاهِي
وَالْأَسْبَابِ، وَذَلِكَ فِي عِشْرِينَ سَنَةً.
“Tidak ada perbedaan bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Lauh
al-Mahfuzh pada malam Lailatul Qadar secara keseluruhan seperti penjelasan
kami. Maka Al-Qur’an terlebih dahulu diletakan di Baitul Izzah di langit dunia.
Kemudian Jibril menurunkannya secara berangsur tentang perintah, larangan dan
sebab-sebab lainnya. Demikian itu terjadi selama 20 tahun.”
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ أُنْزِلَ الْقُرْآنَ
مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ جُمْلَةً وَاحِدَةً إِلَى
الْكَتَبَةِ فِي سَمَاءِ الدنيا، ثم نزل بِهِ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ نُجُومًا- يَعْنِي الْآيَةَ وَالْآيَتَيْنِ- فِي أَوْقَاتٍ
مُخْتَلِفَةٍ فِي إِحْدَى وَعِشْرِينَ سَنَةً
“Sahabat Ibnu Abbas berkata, Al-Qur’an diturunkan dari Lauh
al-Mahfuzh secara menyeluruh kepada para malaikat pencatat wahyu di langit
dunia, kemudian Jibril turun membawanya secara berangsur, satu dan dua ayat, di
waktu yang berbeda-beda selama 21 tahun.” (Syekh Abu Abdillah Muhammad bin
Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an/Tafsir al-Qurthubi, juz 2, hal.
297). Proses turunnya Al-Qur’an secara total ini terjadi di bulan malam
Lailatul Qadar, tepatnya malam 24 Ramadhan. Pendapat ini sebagaimana ditegaskan
dalam riwayat Ibnu Abbas dan Watsilah bin al-Asqa’.
Imamul Mufassirin (pemimpin para pakar tafsir), Syekh Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari menyampaikan riwayat tersebut dalam kitab
tafsirnya sebagai berikut:
كَمَا حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ قَالَ ثنا أَبُو
بَكْرِ بْنُ
عَيَّاشٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ
أَبِي الْأَشْرَسِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ أُنْزِلَ
الْقُرْآنُ جُمْلَةً مِنَ الذِّكْرِ فِي لَيْلَةِ أَرْبَعٍ
وَعِشْرِينَ مِنْ رَمَضَانَ، فَجُعِلَ فِي بَيْتِ
الْعِزَّةِ
“Sebagaimana bercerita kepadaku Abu Kuraib, beliau berkata,
bercerita kepadaku Abu Bakr bin ‘Ayyasy dari al-A’masy dari Hassan bin Abi
al-Asyras dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas beliau berkata; Al-Qur’an
diturunkan secara keseluruhan pada malam 24 dari bulan Ramadhan, kemudian
diletakan di Baitul Izzah.”
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ، قَالَ:
ثنا عَبْدُ اللهِ بْنُ رَجَاءٍ، قَالَ: ثنا عِمْرَانُ الْقَطَّانُ، عَنْ قَتَادَةَ،
عَنِ ابْنِ أَبِي الْمَلِيحِ، عَنْ وَاثِلَةَ، " عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: نَزَلَتْ
صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ
لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الْإِنْجِيلُ
لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ، وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ
لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ مِنْ رَمَضَانَ
“Bercerita kepadaku Ahmad bin Manshur, ia berkata, bercerita
kepadaku Abdullah bin Raja’, ia berkata, bercerita kepadaku Imran al-Qatthan
dari Qatadah dari Ibnu Abil Malih dari Watsilah dari Nabi, beliau bersabda;
lembaran-lembaran Nabi Ibrahim turun pada awal bulan Ramadhan, Taurat
diturunkan pada 6 Ramadhan, Injil diturunkan pada 13 Ramadhan, Al-Qur’an
diturunkan pada 24 Ramadhan.” (Syekh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari,
Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wili Ayil Quran/ Tafsir al-Thabari, juz 3, hal. 188).
Dalam proses turunnya Al-Qur’an secara bertahap, wahyu
pertama yang diterima Nabi adalah Surat al-‘Alaq dari ayat satu sampai lima.
Saat Nabi mencapai usia 40 tahun, Allah mengutusnya untuk alam semesta,
mengeluarkan mereka dari sesatnya kebodohan menuju terangnya pengetahuan.
Tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah, Nabi menerima wahyu
untuk pertama kalinya.
Pakar sejarah Nabi, Syekh Muhammad al-Khudlari Bik menegaskan:
بَدْءُ
الْوَحْيِ (لَمَّا بَلَغَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ سِنَّ
الْكَمَالِ وَهِيَ أَرْبَعُوْنَ سَنَةً أَرْسَلَهُ
اللهُ لِلْعَالَمِيْنَ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا لِيُخْرِجَهُمْ مِنَ ظُلُمَاتِ الْجَهَالَةِ
إِلَى نُوْرِ الْعِلْمِ وَكَانَ ذَلِكَ فِيْ أَوَّلِ فَبْرَايِرْ سَنَةَ ٦١٠
مِنَ الْمِيْلَادِ كَمَا أَوْضَحَهُ الْمَرْحُوْمُ
مَحْمُوْدْ بَاشَا اَلْفَلَكِيُّ، تَبَيَّنَ بَعْدَ دِقَّةِ الْبَحْثِ أَنَّ ذَلِكَ
كَانَ فِيْ 17 رَمَضَانَ سَنَةَ 13 قَبْلَ الْهِجْرَةِ وَذَلِكَ يُوَافِقُ يُوْلِيُوْ
سَنَةَ ٦١٠
“(Fasal Pertama kali wahyu turun). Saat Nabi menginjak usia
matang, yaitu 40 tahun, Allah mengutusnya untuk alam semesta seraya
menggembirakan dan memperingatkan, untuk mengeluarkan mereka dari gelapnya
kebodohan menuju cahaya ilmu. Demikian itu terjadi di awal bulan Februari tahun
610 Masehi seperti yang dijelaskan Syekh Mahmud Basya sang pakar astronomi.
(Namun) setelah penelitian yang cermat, telah jelas bahwa peristiwa itu terjadi
pada tanggal 17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah, bertepatan dengan bulan Juli
tahun 610 Masehi.” (Syekh Muhammad al-Khudlari Bik, Nur al-Yaqin Fi Sirati
Sayyid al-Mursalin, hal. 19).
Dari referensi di atas dapat dipahami bahwa peringatan
Nuzulul Quran yang populer di Indonesia mengacu pada sejarah pertama kali
turunnya Al-Qur’an dalam proses kedua, yaitu dari Baitul Izzah kepada Nabi di
bumi. Perbedaan pendapat mengenai kapan wahyu pertama turun memang tidak bisa
dihindari. Selain tanggal 17 Ramadhan ada pula yang berpendapat terjadi tanggal
7, 8, dan 21 Ramadhan. Bahkan beberapa pendapat ada yang menyebut bukan di
bulan Ramadhan. Namun, perayaan Nuzulul Quran di setiap tanggal 17 Ramadhan
yang telah turun-temurun terlaksana tanpa ada pengingkaran dari para ulama,
setidaknya memiliki pembenaran dari sudut pandang sejarah menurut satu versi.
Oleh karenanya, tidak perlu fanatik secara berlebihan dengan
menyalahkan pihak yang berbeda dengan pendapat yang diyakini. Siapa pun boleh
merayakan Nuzulul Quran di selain tanggal 17 Ramadhan dengan tetap menghormati
pendapat lain yang berbeda.
Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren
Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.
Artikel ini tayang awal di NU Online dengan judul :
Perbedaan Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar