Sejak kecil saya sering diceritakan oleh ayah saya Almarhum
Ki Hi Rustam Arsyad tentang keteladanan Guru Tua (SIS Aljufri). Bagaimana
hubungan Guru Tua dengan guru-gurunya. Bagaimana cara Guru Tua mengajarkan
guru-gurunya agar mendidik murid dengan lemah lembut dan tidak menghukum
murid-muridnya secara fisik. Beliau menegur guru-gurunya bila ada yang memukul
murid-muridnya. Saya sering diceritakan oleh ayahanda tentang toleransi yang
diajarkan oleh Guru Tua.
Kita berbuat baik kepada manusia tidak melihat agamanya,
memberi makan kepada burung saja kita bisa dapat pahala (Balasan kebaikan)
apalagi kepada manusia. Saya masih ingat cerita ayahanda, bagaimana Guru Tua
mempercayakan seorang guru Kristen untuk mengajar di madrasah Alkhairaat.
Guru Tua mempercayakan seseorang dalam pekerjaan tidak
melihat suku atau agama tapi dari kemampuannya. Ayah saya sebagai salah satu
muridnya beliau tugaskan sebagai kepala sekolah atau Kepala Madrasah Muallimin
Alkhairaat selama 18 tahun (Mulai dari pendirian Madrasah Muallimin Alkhairaat
Pertama tahun 1950 sampai tahun 1968).
Disamping sebagai kepala Sekolah, Guru Tua mempercayakan
pula untuk membantunya dalam mendirikan Perguruan Tinggi UNIS Alkhairaat dan
beliau diminta oleh Guru Tua menjadi Wakil Rektor UNIS (Universitas Islam Alkhairaat)
Palu sejak tahun 1964. Sedang Rektornya adalah Guru Tua (SIS Al-Jufri) sendiri.
UNIS ini adalah cikal bakal dari UNISA (Universitas Alkhairaat) sekarang.
Dalam pergaulan sehari-hari Guru Tua tidak hanya bergaul
dengan kalangan umat Islam saja, tetapi Guru Tua tetap membangun komunikasi
dengan kalangan non muslim. Demikian pula di bidang pendidikan walaupun
murid-murid di madrasah Alkhairaat 100 persen beragama islam, tetapi Guru Tua
pernah mempercayakan seorang guru beragama Kristen untuk mendidik murid-murid
Madrasah Alkhairaat karena beliau tidak hanya sekedar mengajarkan toleransi
dengan kata-kata melainkan memberikan contoh nyata.
Adalah seorang pendeta muda bernama Almarhum PK.Entoh (Ayah
dari Ibu Dra. Diah Agustiningsih,M.Pd, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi
Sulawesi Tengah) Disamping pendeta muda beliau adalah seorang pendidik senior.
Saya pernah mendapatkan bimbingannya saat pertama kali menjadi guru pada tahun
1993 di BPG (Balai Pelatihan Guru) Sulawesi Tengah.
Di Madrasah Alkhairaat Guru Tua mempercayakan PK Entoh
sebagai guru mata pelajaran Ilmu hitung dagang. Selama periode tahun
(1957-1962). Prof Dr Huzaimah T Yanggo MA, menulis dalam bukunya : “Sayyid
Idrus Bin Salim Aljufri Pendiri Alkhairaat dan Kontribusinya dalam Pembinaan
Ummat” PK. Entoh menceritakan kenangannya selama bersama Guru Tua:
“Setiap hari selesai saya mengajar siswa-siswi Pesantren
Alkhairaat, ketika pulang, Guru Tua telah menunggui para guru di depan sekolah
Alkhairaat, terkadang duduk atau berdiri, sambil mengulurkan tangannya berjabat
tangan atau menyalami para guru, termasuk dirinya khusus kepada saya, Guru Tua
pegang bahu saya dan menepuk-nepuk pundak saya, sambil berkata oh… terima kasih
dek… terima kasih dek, sudah bersedia memberikan ilmunya kepada anak-anak kita.
Dia bilang “anak-anak kita” padahal mereka semuanya Muslim,
sedangkan saya seorang Kristen, mengapa Guru Tua mengatakan anak-anak kita?
Jadi ini berarti, siswa-siswi Alkhairaat itu, juga adalah anak-anak saya
sekalipun saya seorang Kristen.
Di sisi lain, kalau Guru Tua pulang dari inspeksi Alkhairaat
ke daerah-daerah, ketika kembali tiba di Palu, Guru Tua masuk sekolah dan dia
cari dimana saya mengajar. Begitu berjumpa dia bertanya sambil menepuk-nepuk
pundak saya…. bagaimana keadaan mereka? Bagaimana anak-anak kita pak guru,
tolong bimbing mereka menjadi orang baik agar berguna bagi bangsa dan negara.
Kata PK Entoh : Mendengar kepercayaan dan tanggungjawab
seperti itu, saya menjawabnya ; iya guru, sambil menangis terharu akan
penghormatan beliau kepada saya yang beragama Kristen”
Catatan : Wawancara dengan Pendeta PK. (Pantekosta) Entoh
(lahir 6 Juni 1934 wafat 7 Juli 2009). Wawancara ini dilakukan di Palu pada
bulan Mei 2009, Ketika beliau masih hidup dalam kondisi sakit. Ketika itu sang
pendeta bercerita sambil menangis mengenang bagaimana keteladanan, ketulusan,
kearifan, seorang tokoh islam model Guru Tua, dalam memperlakukan seorang non
muslim seperti dirinya.
Toleransi Guru Tua ini bukan hanya kepada guru non muslim,
tapi juga mempercayakan seorang Tukang Foto Profesional non muslim yang
beragama Kristen sebagai langganannya.
Saat saya masih belajar di bangku sekolah dasar saya
menyaksikan sendiri Guru Tua sering mengundang dan bergaul akrab dengan tukang
foto profesional yang ramah ini. Tukang foto tersebut bernama Kopio. Beliau
pemilik Studio Foto Sinar (1952-1995). Kopio adalah ayahanda dari bapak Son
Djaelangkara pemilik Panglima Foto.
Pak Kopio adalah langganan tetap Guru Tua bila berada di
Palu. Hampir Sebagian besar foto-foto Guru Tua dan kegiatan perguruan
Alkhairaat di Palu adalah hasil karya Almarhum Kopio. Beliau wafat tahun 1984.
Kesimpulannya guru tua bergaul dengan siapa saja tanpa
memandang suku atau agama baik muslim maupun non muslim. Dan guru tua
bekerjasama dengan seseorang tidak melihat suku atau agamanya tapi berdasarkan
kemampuan dan keahliannya.
Oleh: Abdul Basit Arsyad
Direktur Al-Azhar Mandiri Palu
Sumber :
Buku “Sayyid Idrus bin Salim Aljufri Pendiri Alkhairaat dan Kontribusinya dalam
Pembinaan Ummat”
*SIS ALJUFRI = Sayyid Idrus bin Salim Aljufri